Untukmu, Munir..
Buku kumpualan cerpen Untukmu, Munir…yang disunting oleh Asep Sambodja ini diciptakan sebagai pelengkap atas terbitnya berbagai macam buku tentang peristiwa bersejarah dalam proses penegakan demokrasi atas hak asasi manusia atau masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan untuk mencegah masyarakat
Hasil otopsi jenazah Munir yang telah diberitakan banyak media adalah adanya kandungan zat arsenik (bahan berbahaya dan beracun) di lambung, urin, dan darah yang berlebihan. Diperkiran kronologis kasus kematian Munir adalah pembunuhan. Hal inilah yang membuat para cerpenis terinspirasi untuk membuat cerpen-cerpen yang ada di dalam buku kumpulan cerpen Untukmu, Munir… dengan
Buku kumpulan cerpen yang berjudul Untukmu, Munir…ini terdiri dari duabelas cerpen karya mahasiswa-mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya, Universitas
Bayang-Bayang Kematian
Dahlia Yusuf, yang biasa disapa Dain, adalah mahasiswa Program Studi Belanda. Dain lahir di
Dain, cerpenis pertama yang seolah-olah mempunyai tugas yang lebih berat dibadingkan dengan cerpenis-cerpenis yang lain, yaitu menarik pembaca untuk menelusuri lebih jauh buku kumpulan cerpen Untukmu, Munir… ini. Menurut saya Dain cukup berhasil karena bahasa yang digunakan sangat lugas, dan mudah dimengerti. Alur ceritanya pun tergolong cepat.
Catatan Kematian Suamiku
Mentari Meida Rahmala, mahasiswa Program Studi Belanda, yang lahir di Jakarta, tanggal 1 Mei 1987, menulis cerpen yang berjudul Catatan Kematian Suamiku. Dalam cerpen yang berjudul Catatan Kematian Suamiku, Mentari seolah-olah mengajak para pembaca untuk ikut merasakan menjadi Suciwati, istri Munir.
Suciwati yang sudah tiga tahun menjanda, belum juga mendapat kepastian siapa pembunuh suami tercintanya. Media terus memberikan informasi dengan gencar tentang kasus kematian Munir, namun tidak ada kemajuan yang signifikan. Hingga pada suatu pagi, Suciwati yang hendak sarapan, melihat headline
Harta Berharga
Harta Berharga oleh Nurul Handayani. Nurul adalah mahasiswa Program Studi Belanda menceritakan tentang kehidipan Munir bersama anak-anak dan istrinya, sebelum akhirnya Munir meninggalkan mereka untuk selama-lamanya. Nurul menulis cerpen ini dari sudut pandang pertama, yaitu Aku adalah Munir.
Munir merasa belakangan ini sudah jarang memegang tangan sang istri, maka pada malam sebelum Munir berangkat keesokannya, Munir memegang tangan sang istri dengan mesra dan berterimakasih kepada istrinya. Dalam perjalanan ke Belanda, setelah transit di Singapura, Munir merasakan perutnya yang sakit luar biasa, meski ada seorang dokter yang sempat memberikan pertolongan pertama, Munir akhirnya meninggal dunia. Sebelum Munir benar-benar pergi ke alam yang lain, Nurul mengajak pembaca untuk bersama-sama melihat anak-anak dan istri Munir untuk terakhir kalinya.
Bahasa yang digunakan sangat imajinatif dan mudah dimengerti. Alurnya meski cepat, pesan yang ada di dalamnya tetap tersampaikan.
40. G
Erlinda, mahasiswa Program Studi Belanda menulis cerpen yang berjudul 40 G. Di dalam cerpen ini Erlinda menempatkan Munir sebagai Aku. 40 G adalah kursi Munir yang berada di kelas ekonomi pesawat Garuda yang ditumpanginya menuju Singapura dan Belanda.
Di dalam cerpen inilah Munir bertemu dengan Pollycarpus, dan Dr. Tarmizi. Erlinda lebih banyak menggunakan pesawat dan bandara sebagai latar di dalam cerpen 40 G ini. Meski sudah diberikan pertolongan pertama oleh Dr. Tarmizi, Munir meninggal dunia, yang Munir sendiri berpikir karena makanan yang telah diberikan oleh pramugari pesawat diberikan racun. Sampai akhirnya Munir hanya melihat tulisan biru pada badan pesawat itu: Garuda Indonesia Boeing 747-400.
Erlinda sangat apik menyampaikan apa yang terjadi di dalam pesawat selama perjalanan Munir menuju Belanda. Alurnya cepat, dan bahasa yang digunakan mudah dicerna.
Keputusan Malaikat
Zul Abrar H. adalah lulusan Sastra Prancis UI, yang lahir pada tanggal 16 Juni 1982. Abrar menulis cerpen yang berjudul Keputusan Malaikat. Tokoh-tokohnya kali ini hanya para malaikat yang menjalani tugas dari Sang Pencipta Kehidupan. Sang Pencipta Kehidupanlah yang menjadi sutradara hebat dalam lakon yang ada di dunia fana.
Dengan perdebatan yang cukup panjang, Munir dicabut nyawanya oleh Malaikat Pencabut Nyawa pada tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat menuju Belanda karena diracun oleh seseorang yang takut kejelekannya dibongkar oleh Munir. Orang yang membencinya. Setelahnya berbagai spekulasi dan analisis bermunculan menanggapi kasus kematian Munir. Hanya Sang Pencipta Kehidupan, Malaikat Pencabut Nyawa, dan Malaikat Pencatat Takdir yang tahu siapa pembunuh Munir.
Abrar sangat imajinatif dan membuat saya sebagai pembaca sangat tertarik untuk menelusuri isi cerpen ini sampai habis. Alurnya yang cepat dalam cerita yang singkat membuat pembaca tidak menjadi bosan untuk membacanya.
Kerinduan
Kerinduan oleh Annisa Norviany, mahasiswa Program Studi Cina yang lahir di Tangerang, 9 November 1985. Annisa menggambarkan kerinduan yang begitu mendalam dalam diri Suciwati. Aku dalam cerpen ini adalah Suciwati, istri Munir. Suciwati sempat dihampiri oleh Munir, untuk tetap kuat mengahadapi cobaan ini.
Annisa menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh siapapun. Alurnya cukup cepat, karena diceritakan bahwa Suciwati sudah menjanda selama tiga tahun. Latar yang digunakan Annisa hanya rumah dimana ia, Munir dan anak-anak mereka tinggal. Dalam cerpen yang berjudul Kerinduan ini, Annisa menyampaikan pesan moral bahwa manusia harus tabah dalam menghadapi cobaan dalam hidup. Karena semuanya akan kembali kepada-Nya.
Kematianku
Kematianku adalah karya Ken Diani Milati, mahasiswa Program Studi Cina, yang lahir pada tahun 1986, di Jakarta. Dalam Kematianku ini, Mila hanya menceritakan penderitaan yang dirasakan Munir selama di perjalanannya menuju Belanda di pesawat. Penderitaan yang berakhir dengan kematian itu diceritakan secara dramatis oleh Mila.
Sesuai dengan judulnya, cerpen yang diciptakan Mila adalah detik-detik kematian yang ada di imajinasinya setelah terinspirasi dengan fakta yang sudah dikira-kira oleh pihak yang berwenang. Alurnya cepat, dan bahasa yang digunakan mudah dimengerti.
Gugur di Musim Gugur
Rizky Amelia, mahasiswa Program Studi Belanda, yang biasa dipanggil Iboy menulis cerpen yang berjudul Gugur di Musim Gugur. Menurut saya bahasa yang digunakan Iboy cenderung puitis dan sedikit ambigu. Hal itu disebabkan kurang mengertinya saya atas cerpen yang berjudul Gugur di Musim Gugur ini berhubungan dengan isi ceritanya. Dalam cerpen ini Iboy menceritakan bahwa Munir sangat membenci dimana keadaan dimana Munir harus berpisah dengan keluarga yang amat dicintainya. Seperti Munir mencintai keadilan di negeri ini. Sepertinya yang hendak disampaikan Iboy adalah keengganan Munir untuk berpisah dengan keluarganya, namun harus ditepis karena Munir mau menuntut ilmu ke Belanda.
Alurnya sama cepat seperti cerpen-cerpen sebelumnya. Isi cerita yang menurut saya sedikit ambigu, namun tetap menarik untuk ditelusuri sampai habis.
Sebuah Perjalanan Panjang
Petra D. Ajeng K. R. menulis cerpen yang berjudul Sebuah Perjalanan Penjang.
Tanya yang Belum Terjawab
Tanya yang Belum Terjawab karya Sekar Ayuningtyas, mahasiswa Program Studi Belanda, menceritakan tentang Munir yang sampai detik-detik terakhir sebelum nyawanya terenggut tidak mengetahui apa penyebab dirinya meninggal. Sekar menyampaikan fakta dari sisi lain yang sebenarnya Munir sendiripun tidak tahu mengapa dirinya meninggal dunia.
Bahasa yang digunakan lugas dan mudah dimengerti. Keistimewaan dari cerpen yang berjudul Tanya yang Belum Terjawab ini adalah apiknya Sekar menulis cerpen yang seakan-akan Munir sendiripun tidak sempat mengetahui mengapa dirinya meninggal.
Terbungkam
Annisaro Rumba, mahasiswa Program Studi Jerman, yang lahir di Jakarta, 5 Mei 1987 menulis cerpen yang berjudul Terbungkam. Annisaro menulis cerpen Terbungkam ini dari sudut pandang pertama. Namun, Aku yang berada di dalam cerpen ini adalah kawan seperjuangan Munir yang sangat menyayangkan kebobrokan yang terjadi di Indonesia karena korupsi yang merajalela. Dari beribu-ribu orang yang tetap menutup kejelekan diri sendiri, justru Munir yang semakin lantang memperjuangkan keadilan di negeri ini. Kawan seperjuangan Munir bangga terhadap Munir. Bukan semakin ciut, Munir malah semakin berani untuk mengungkapkan yang sebenarnya.
Namun berbeda dengan Aku, yang kabur dan tetap terbungkam. Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini semangat dan berkobar-kobar di awal cerita, namun seakan-akan melemah di akhir cerita. Mudah dimengerti dengan alur cerita yang cepat.
Surat Untuk Suamiku
Cerpen yang terakhir ditulis oleh Wida Kristiani, mahasiswa Program Studi Cina, yang lahir di Bogor, 6 Januari 1986, berjudul Surat Untuk Suamiku. Dalam cerpen ini Wida menjadikan Aku sebagai Suciwati yang menulis surat panjang untuk suaminya. Surat yang merupakan isi hatinya. Meski sempat jatuh, Suciwati bangkit dan berkata kepada dirinya sendiri bahwa kematian suaminya tidak sia-sia. Seluruh Indonesia tahu bahwa Munir, suaminyalah yang benar.
Bahasa yang digunakan sebagaimana bahasa surat yang biasa dipakai untuk orang terdekat kita. Lugas, dan mudah dimengerti. Alur ceritanya mengingat kembali kejadian yang dialami Suciwati yang lalu, atau lebih dikenal flashback.
Cerpen yang paling saya sukai dalam Buku kumpulan cerpen Untukmu, Munir… ini adalah Keputusan Malaikat karya Zul Abrar H. Hal itu disebabkan karena pesan moral yang disampaikan oleh Abrar, bahwa semua kejadian yang ada di dunia ini sudah diatur oleh Sang Pencipta Kehidupan.
Komentar