Warna Indah Tempatku Menuntut Ilmu
Waktu menunjukkan pukul sembilan kurang sepuluh menit. Sekarang hari rabu. Masih sekitar empat jam lagi aku masuk kelas terjemahan. Hari ini cuma ada dua mata kuliah, terjemahan dan listening Aku beranggapan kalau semester enam ini malesnya setengah mati untuk menjadi mahasiswa teladan seperti semester lalu. Nggak tahu apa yang bikin aku jadi kayak gini. Mungkin karena sekarang aku pusing mikirin saat lulus nanti, bikin skripsi atau nggak. Mungkin juga kredit yang aku ambil sekarang ini diatas dua puluh kredit.
Aku ambil S1 Bahasa dan Kebudayaan
Udah ah, segini dulu basa basi dari aku. Tadi aku bilang kalau sekarang lagi jeda nunggu kelas yang jam satu
Ada Dara yang biasa dipanggil Starung (kita semua punya nama panggilan, jarang banget makai nama asli) aku lebih sering bersamanya karena rumah kita dekat. Lalu ada Mira Chyntia Silvy dengan panggilan Cipay yang sangat easy going, nggak pernah terbebani dengan hidup yang menurut aku sulit. Trus Gilang yang dipanggil Mamink, sangat mandiri dan tidak enakan. Mengki yang punya nama asli Rima Nurul Rahmah, nama aslinya sih mencerminkan kelembutan khas wanita, tapi kenapa dipanggil seperti itu, karena kebalikannya. Gagah, seorang wanita bernama Anindita yang kalau berjalan sangat gagah. Trus, ada Ucil Putri yang imut, maksudnya paling kecil tinggi tubuhnya dibandingkan dengan kita-kita. Dycot seorang Dyza yang panikan. Sardoth, si Sarah sang pelawak. Mayunk, duuuhhhh.. Perempuan yang bernama asli Mayang ini cerewetnya bukan main. Tapi, mereka semua itu paling sering berada di sekelilingku yang memiliki panggilan Styllung (nggak tahu kenapa), kalau di kampus.
Oya, biasanya orang-orang di sini menyebut kantin fakultasku dengan
“Coba deh styll, liat dua orang itu.” Kata Cipay.
“Kenapa?” Tanyaku
“Hahaha.. Serius amat.” Aku melanjutkan, setelah memerhatikan lebih jauh.
“Iya
“Lagi ngapain coba menurut lo?” Aku menantang Cipay.
“Mereka bukannya pacaran ya?” Cipay malah nanya balik.
“Iya apa? Lagi ngomongin akhir dari hubungan mereka kali. Hahaha.. Untung kita single
ya pay. ” Kataku ngasal.
“Hahaha.. Iya-iya.”
Begitulah kami mengisi hidup kami di kampus, selain belajar dan belajar. Bersenda gurau. Lalu di pojokkan meja biru ada tiga orang berlaptop ria.
“Pay, skripsi apa non skrip nih?” Tanyaku ke Cipay tiba-tiba.
“Kenapa tiba-tiba lo nanya gitu?” Cipay balik bertanya.
“Nggak papa. Gue ngeliat orang itu aja. Tuh. Pada bikin skripsi kali ya, ngejar deadline.” Kataku.
“Mereka rusia 2005 ya? Hmm.. Mungkin aja. Gue kayaknya non-skrip deh styll,” Cipay melanjutkan.
“Gue juga dari awal non skrip sih, tapi kentang banget deh, pake ada mata kuliah korespondensi bahasa
“Iya banget. Orang maksudnya non-skrip supaya semester tujuh bisa selesai
Sudah setengah jam lebih kami ngegosip. Setelahnya kami bingung mau ngapain lagi. Kami memutuskan jalan-jalan ke jembatan texas, jembatan yang menjembatani fakultas teknik dengan fakultas sastra, disingkat jadi teksas (texas). Masih pukul setengah sepuluh lebih sepuluh menit. Udara masih sejuk, dan sepertinya cuaca agak bersahabat hari ini. Awan biru indah. Enak banget ngeliatnya. Pohon-pohon di FIB (Fakultas Ilmu Budaya yang dulu namanya Faklutas Sastra) itu paling rindang dibanding dengan Fakultas-fakultas lain di UI.
Saat kami sampai di bangku-bangku semen antara texas dan musholla FIB, banyak juga mahasiswa yang berada di
“Itu anak-anak filsafat lagi ngapain ya styll?” Tanya Cipay.
“Nggak tahu deh pay.” Jawabku sekenanya.
“Itu si mamat. Jago abis pay main bolanya. Busyettt..” Kataku.
“Oya? Tahu darimana lo?” Tanya Cipay.
“Gue pernah liat waktu anak-anak kantin dan karyawan UI vs anak jerman tanding futsal.” Jawabku.
“Oya. Hahaha.. ”
Di texas aku dan Cipay iseng foto-foto. Foto narsis dan foto-foto sekitarnya. Kebetulan aku bawa kamera profesionalku karena pas pulang nanti memang ada seminar fotografi di Fisip, Fakultas Fisip. Backgroundnya lagi oke, pohon-pohonnya rindang, rerumputan hijau, awan dan langit biru sejuk. Cuaca lagi seru banget hari ini. Jeda yang lama jadi nggak terasa. Itulah kampusku.
Komentar