Sebut saja Dia dengan Aisya Fadhila. Lahir di salah satu Rumah Sakit yang terletak di bilangan Jakarta Selatan duapuluh tahun silam. Perempuan itu berambut pendek kecoklatan ala penyanyi RnB yang lagi hit, Rihanna. Untuk ukuran orang Indonesia, Dia bisa dibilang sangat semampai. 174 cm. Dengan berat badan 55 kg. Mungkin karena terpercik sedikit darah belanda dari kakek buyutnya. Aslinya sih, Dia orang Minang. Totok. Kulitnya kuning langsat kemerahan. Apalagi kalau terkena panas. Dia sebenarnya tidak begitu cantik, tetapi sangat senang membuat orang-orang di sekitarnya bahagia. Memiliki hidung yang tak cukup mancung, bibir tebal nan seksi, mata yang cukup belo tapi sipit (???), dan telinga sebelah kanannya agak caplang. Sebenarnya tidak begitu pede, tapi Dia acuh saja. Kata beberapa laki-laki yang mencintainya, hmm.. terlalu berat kata itu, lebih tepat laki-laki yang menyukainya berpendapat dia sangat cantik, seperti Dewi Sandra. Hahaha.. Diapun seringkali tertawa geli bila ada yang menyebut dirinya seperti itu.
Dia memiliki rumah di daerah pedalaman kata orang yang sedang disukainya. Namanya berinisial L. Jarang kan laki-laki yang berinisial L? Dia sangat menyukainya, tapi bertepuk sebelah tangan sepertinya. Ada seorang perempuan cantik, ya, cantik menurut Dia, yang sudah mengambil hatinya. Berinisial A. Belum pernah Dia menyukai seseorang sampai seperti ini. Cemburu juga. Duhh. Benar-benar bukan dirinya. Tanpa bermaksud sombong, biasanya memang Dia terus yang ditaksir orang duluan. Tetapi, karena gengsinya setengah mati, dan selalu berprinsip kalau jodoh tak kemana. Yaa, kalau diibaratkan perasaan Dia sekarang dengan bahasa inggris, ‘Someone has just taken my heart away... Help needed!’.
Tunggu. Dia itu tinggal di pedalaman. Iya, rumahnya terletak di Ciputat, yang banyak jalan jeleknya. Pulang dari kampus yang menurutnya sangat jauh, di Universitas Indonesia Dia merebahkan tubuhnya ke atas double spring bed kamarnya. Matanya menerawang. Melihat langit-langit kamarnya bernuansa keunguan. AC kamarnya selalu nyala sepanjang hari.
Sepertinya Dia selalu membandingkan cowok ini, dengan cowok itu. Selalu. Dia terlalu merasa dirinya sempurna, perfect. Berpendidikan, atau lebih tepatnya menganggap bahwa pendidikan itu penting. Keluarganya well education. Insya Allah Dia lulus S1 Bahasa dan Kebudayaan Korea tahun depan, kalau tidak ada halangan. Terkadang Dia bisa mencari uang sakunya sendiri. Dia mandiri. Sudah hampir satu tahun setengah lamanya di seorang diri. Dia menginginkan laki-laki yang mapan, matang, dan mengayomi. Tidak munafik. Dia juga menginginkan yang berpenampilan menarik. Misalnya ada beberapa laki-laki yang mendekatinya dalam satu waktu. Dia selalu membandingkan yang satu dengan yang lainnya. Tidak pernah puas. Ada dua peramal yang bilang Dia akan menikah di usia yang tidak muda lagi. Wallahualam.
Wajar saja saudara sepupunya yang rata-rata hampir sebaya semua banyak yang berpendapat, Dhila, panggilan Dia oleh mereka, akan menikah paling telat diantara mereka. Alhamdulillah, masih paling telat, bukan tidak menikah sama sekali. Jujur saja, Dia ingin menikah dengan orang yang dicintainya. Tidak ingin menjadi perawan tua. Tetapi, dimana-mana keinginan semua orang menikah itu sekali seumur hidup kan? Itu yang membuat Dia sedikit picik, egois, dan acuh mungkin. Padahal umur itu terus bergulir cepat.
Secara psikologi, pasangan yang sesuai dengan keinginan kita, hanya 60% paling mentok yang ada pada diri orang itu. Sisanya, yaa penyesuaian, adaptasi, toleransi. Duhh, ribet ya? Iya. Apa boleh buat. Semua biar Allah yang menentukan.
Dia pun tertidur pulas, tanpa melepas sepatunya dan mengganti pakaian dengan pakaian rumahnya.
Komentar